Rabu, 16 Oktober 2013

Contoh Rumusan Masalah pada Proposal Penelitian E-Government

Contoh Rumusan Masalah pada Proposal Penelitian E-Government . Setelah pada bagian pertama dipaparkan tentang Bagian Abstrak pada Proposal, maka pada bagian ini akan diulas tentang contoh proposal paba bagian Rumusan Masalah. Secara umum, rumusan masalah disusun untuk membatasi ruang lingkup penelitian pada sebuah proposal.

Contoh Rumusan Masalah pada Proposal Penelitian E-Government

Contoh Rumusan Masalah pada Proposal Penelitian E-Government


PENDAHULUAN

Dari era industri ke era informasi, adalah lompatan besar dalam peradaban manusia. Pada era informasi, suatu informasi merupakan komoditi strategis yang dapat berperan menghidupkan suatu perusahaan atau justru mematikannya. Globalisasi informasi memaksa setiap insan baik individu ataupun kelompok, baik swasta maupun pemerintah, untuk memperhitungkan sistem informasi yang akan diterapkan supaya tetap kompetitif di era globalisasi.

Dalam kajian Kerangka Teknologi Informasi Nasional (National IT Framework) yang dilakukan baru‐baru ini, salah satu pilar yang segera harus dibentuk adalah Electronic Government (EGovernment) for Good Governance [BAP01] dengan tujuan dapat mempercepat terbentuknya suatu pelaksanaan pemerintahan yang baik, efisien, dan efektif. Walaupun kata‐kata EGovernment sudah sering diseminarkan dan didiskusikan, tetapi di berbagai kalangan akademis, pengusaha, dan bahkan pemerintah mempunyai pemahaman yang berbeda mengenai EGovernment [HAS01]. Secara sederhana Heeks dalam [HAS01] mendefinisikan EGovernment sebagai berikut:

“Kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dengan menggunakan Teknologi Informasi (TI) untuk memberikan layanan kepada masyarakat”.

Dari definisi tersebut, terlihat bahwa tujuan utama EGovernment adalah meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan. Menurut Heeks, hampir semua lembaga pemerintah di dunia ini, mengalami ketidakefisienan, terutama di negara yang sedang berkembang. Pungutan liar, pemasukan dan pengeluaran uang yang tidak dilaporkan, antrian masyarakat di pusat‐pusat layanan publik, dan lain‐lain, merupakan beberapa wujud ketidakefisienan tersebut, dimana banyak sekali resources yang terbuang percuma.

Lebih rinci lagi, Agarwal dalam [HAS01] membagi pengertian EGovernment ke dalam lima tingkatan, yang semakin tinggi tingkatannya, semakin kompleks permasalahan yang akan dihadapi.
  1. Tingkatan yang paling awal adalah apa yang disebut dengan EGovernment untuk menunjukkan “wajah” pemerintah yang baik dan menyembunyikan kompleksitas yang ada di dalamnya. Hal ini ditandai dengan munculnya berbagai web site yang cantik pada hampir semua institusi pemerintah. Pada dasarnya, EGovernment tingkat awal ini masih bersifat menginformasikan tentang apa dan siapa yang berada di dalam institusi tersebut. Dengan kata lain, informasi yang diberikan kepada masyarakat luas, masih bersifat satu arah. Kondisi EGovernment yang masih berada pada tahap awal ini belum bisa
  2. Tingkat kedua dari EGovernment, mulai ditandai dengan adanya transaksi dan interaksi secara online antara suatu institusi pemerintah dengan masyarakat. Misalnya, masyarakat tidak perlu lagi antri membayar tagihan listrik, memperpanjang KTP, dan lain‐lain. Semuanya dapat dilakukan secara online. Usaha ke arah ini sudah mulai dilakukan oleh beberapa institusi dipusat maupun di daerah. Kabupaten Takalar merupakan salah satu contoh daerah yang sudah mulai menerapkan layanan satu atap terhadap masyarakatnya. Komunikasi duaarah antara institusi pemerintah dengan masyarakat sudah mulai terjalin secara online.
  3. Level ketiga dari EGovernment, memerlukan kerja sama (kolaborasi) secara online antar beberapa institusi dan masyarakat. Apabila masyarakat sudah bisa mengurus perpanjangan KTP‐nya secara online, selanjutnya mereka tidak perlu lagi melampirkan KTP‐nya untuk mengurus Pasport atau membuat SIM. Dalam hal ini perlu kerja sama antara Kantor Kelurahan yang mengeluarkan KTP dengan Kantor Imigrasi yang mengeluarkan Pasport atau Kantor Polisi yang mengeluarkan SIM.
  4. Level keempat dari EGovernment sudah semakin kompleks. Bukan hanya memerlukan kerja sama antarinstitusi dan masyarakat, tetapi juga menyangkut arsitektur teknis yang semakin kompleks. Dalam level ini, seseorang bisa mengganti informasi yang menyangkut dirinya hanya dengan satu klik, dan pergantian tersebut secara otomatis berlaku untuk setiap institusi pemerintah yang terkait. Misalnya, seseorang yang pindah alamat, dia cukup mengganti alamatnya tersebut dari suatu database milik pemerintahan yang besar, dan secara otomatis KTP, SIM, Pasport dan lain‐lainnya ter‐update.
  5. Level kelima, dimana pemerintah sudah memberikan informasi yang terpaket (packaged information) sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah sudah bisa memberikan apa yang disebut dengan “informationpush” yang berorientasi kepada masyarakat. Masyarakat benar‐benar seperti raja yang dilayani oleh pemerintah. Apa saja yang menjadi kebutuhan masyarakat, EGovernment pada level lima ini mampu menyediakannya.
Seperti halnya di negara lain, di Indonesia juga menghadapi masalah kependudukan yang cukup kompleks. Departemen Dalam Negeri (Depdagri), Badan Pusat Statistik (BPS), Komisis Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN)adalah antara lain merupakan instansi‐instansi yang melakukan pendataan penduduk di Indonesia. Namun data yang dikumpulkan masih banyak yang merupakan hasil perhitungan proyeksi dan bersifat agregasi [DAR01]. Kelengkapan dan konsistensi datanya juga sangat diragukan karena bisa saja seseorang terdata dan tercatat lebih dari satu kali di daerah yang berbeda yang disebabkan lemahnya koordinasi di dalam lembaga yang melakukan pendataan tersebut. Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah adanya perbedaan data yang didapat oleh instansi‐instansi yang berwenang melakukan pendataan, ini dikarenakan metode yang digunakan untuk melakukan pendataan penduduk pada setiap instansi berbeda‐beda. BPS misalnya, melakukan sensus setiap sepuluh tahun sekali. Namun dalam interval waktu tersebut, data yang berhasil dikumpulkan masih sulit menjangkau daerah‐daerah terpencil. Sedangkan Depdagri melakukan pendataan penduduk melalui SISKOMDAGRI. Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru baru ini melakukan sensus penduduk pemilih. Sensus untuk pemilih ini dilakukan 5 tahun sekali. Berbagai instansi lain seperti Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), dan Departemen Sosial (Depsos) juga memerlukan data kependudukan. Instansiinstansi tersebut akan mengalami kesulitan dalam menentukan program kerjanya jika tidak didukung oleh data kependudukan yang akurat. Akan sulit bagi Depdiknas untuk merencanakan program wajib belajar jika tidak ada data yang akurat mengenai jumlah penduduk usia sekolah.

Basisdata kependudukan yang ada pada saat ini belum siap pakai dan tidak memenuhi kebutuhan setiap instansi. Untuk memenuhi kebutuhan setiap instansi, mereka masih menggunakan basisdata masing‐masing. Jadi basisdata yang ada belum terintegrasi dan tidak mencerminkan data penduduk secara keseluruhan, yang dapat digunakan secara bersama‐sama [ZUL02].

Selain itu proses penduduk yang ingin mendapatkan layanan yang berkaitan dengan dokumen kependudukannya juga tidak efisien. Penduduk harus datang ke kantor instansi yang bersangkutan untuk mengurus dokumen yang mereka butuhkan, belum lagi terhalangani oleh birokrasi di instansi tersebut.

Oleh karena itu diperlukan suatu sistem informasi (EGovernment) yang bersifat permanen yang mampu melakukan proses registrasi penduduk, berisikan basisdata kependudukan yang terintegrasi yang dapat memenuhi kebutuhan setiap instansi dan siap pakai setiap saat. Setiap instansi dapat menggunakan basisdata kependudukan ini secara bersama‐sama untuk kebutuhan yang berbeda. Disamping itu sistem informasi ini juga dapat dimanfaatkan untuk melayani penduduk yang membutuhkan dokumen kependudukannya. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti dan merancang serta berusaha mengimplementasikan sistem informasi kependudukan di Indonesia dengan mempelajari pengalaman negara‐negara lain yang telah menerapkan sistem tersebut. EGovernment yang dikembangkan ini diharapkan termasuk paling tidak pada level ketiga dari penggolongan EGovernment menurut Agarwal diatas.
Itulah bagian pendahuluan dari sebuah proposal penelitian. Sebagai catatan, pendahuluan mempunyai peran penting dalam proposal. Semakin jelas uraian dalam pendahuluan, maka semakin baik proposal tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar